KEKUATAN TANGAN TUHAN YANG MEMBEBASKAN
Keluaran 13 : 11 – 16
Syalom, selamat bersua kembali di hari minggu yang berbahagia ini. Seolah menjadi kebahagiaan tersendiri rasanya kalau kita diijinkan Tuhah untuk saling menyapa, meski itu hanya melalui renungan sederhana ini. Saat ini kita sedang mempersiapakan diri menyambut HUT yang ke-73 saat ini. Kita berusaha mensyukurinya dengan berbagai macam cara, ada yang secara khusus membentuk panitia hanya untuk sekedar menyemarakan. Tak lupa juga HKBP Cengkareng yang sudah mulai menaikkan umbul-umbul dan pemasangan aneka asesoris bernuansa merah –putih, symbol Negara kita. Bagaimana untuk dapat mensyukurinya dengan pas? Agar semua persiapan itu bukan hanya rutinitas semata semata ?!. Ini pulalah yang mau ditekankan bagi kita saat ini. Seorang yang sudah divonis dokter karena penyakitnya yang cukup parah, tidak ada harapan untuk sembuh, tetapi ketika dia pergi untuk cek-up, dalam wajah penuh keheranan serasa tak percaya sang dokter berkata, sungguh mujizat benar terjadi, saya tidak tahu, penyakit ibu sudah hilang. Dapatkah anda membayangkan betapa bahagianya dia mendengarkan khabar itu, adakah untaian kata yang dapat dipilih untuk menyatakan rasa syukurnya? Tidak, ! Setiap kata yang ada terasa kurang untuk menggambarkannya , tapi hatinya, semangatnya, wajahnya , itulah yang dapat menggambarkannya. Bagi pelaku sejarah, tentu peringatan kemerdekaan itu akan terasa lebih istimewa, karena dialah yang telah merasakan beratnya jajahan itu, karenanya, rasa syukurnya juga pasti berlipat-ganda. Untuk senantiasa dapat berkata : “Kemerdekaan ini adalah anugerah terindah”.
Inilah yang mau kembali disegarkan oleh Musa dalam pidatonya di hadapan umat Israel. Dia menyegarkan kembali ingatan umat itu untuk hal yang telah diperbuat oleh Allah dalam hidup mereka. Setelah mereka meninggalkan Mesir, sudah menikmati kemerdekaannya, setelah mereka diijinkan untuk melakukan Pesta Panen, Musa mengingatkan, “Jasmerah” , (jangan sekalikali lupakan sejarah) itu kata Sukarno, untuk rakyat Indonesia yang akan merayakan HUT kemerdekaannya yang ke-73. Musa menyegarkan kembali ingatan umat itu tentang apa yang telah diperbuat Allah, dalam proses pembebasan mereka dari perbudakan Mesir. Hanya tangan Tuhanlah yang memungkinkan hal itu bisa terjadi. Oleh karena itu Musa memintakan kepada seluruh umat Israel untuk senantiasa mempersembahkan yang terbaik kepada Allah, dan harus senatiasa mewariskan hal itu secara turun-temurun. Untuk tidak pernah melupakan sejarah itu, maka Musa memintakan agar dalam setiap peringatan, umat Israel makan roti tak beragi selama 7 (tujuh) hari (makanan tanpa penyedap). Pada hari setiap peringatan itu, para orangtua wajib menceritakan kembali kepada semua anak-anaknya akan apa yang telah diperbuat Allah yang membebaskan mereka dari perbudakan Mesir. Untuk itu Musa memintakan agar setiap anak sulung dikhususkan untuk Allah, baik manusia maupun segala ternak. Mengapa anak sulung?. Hal ini berhubungan erat dengan apa yang telah diperbuat Allah di tanak Mesir. Untuk membebaskan umat Israel dari kedegilan Firaun. Pada saat pelaksanaan tulah ke -10, ketika Allah lewat maka semua anak sulung orang Mesir, manusia maupun hewan harus mati. Tetapi anak sulung di tengah orang Israel tetap hidup karena seluruh rumah orang Israel sudah diberi tanda darah. Maka persembahan anak sulung adalah sebuah peringatan akan apa yang telah diperbuat Allah. Apakah yang akan kita persembahkan bagi Allah? Yesus melalui darahNya telah membebaskan kita dari kuasa maut dan dosa, melalui pembebasan itu menunjukkan bahwa hidup kita sudah ditebus menjadi milikNya. Karena itu persembahan kita tidak lagi cukup hanya sekedar anak sulung, melainkan seluruh kehidupan kita secara totalias. Untuk Itu saat ini kita kembali disegarkan oleh rasul Paulus tentang itu kemerdekaan bagi orang Kristen saat ini ketika dia berkata : Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.(Galatia 5:13) Amin. Pdt. Benget Silitonga.